Kamis, 07 Juli 2011

KETIMUN

      Pagi itu, matahari sudah cukup tinggi, saya berjalan sambil menenteng dompet, motor sudah saya parker didepan. Ketika saya masuk hanya ada seorang wanita di dalam, umurnya sudah cukup tua, mungkin sama dengan nenek saya, wajahnya sudah cukup keriput. Rumahnyapun jauh dari bersih, ada sebuah kasur lapuk di depan lemari, ada meja dengan teko pelastik tua serta tudung makanan. Sejenak hanya itu yang saya amati, kemudian saya memilih kacang panjang yang rencananya akan saya tumis dengan mi itu. Segar, mungkin baru tadi pagi di petik, dalam keresek merah saya lihat ada ketimun, dalam hati saya berkata, sudah cukup lama saya tidak makan ketimun.

Saya ukur-ukur ketimun itu, cukup besar, “
        “bu lek, timunnya harganya berapa ini?” “seribu, ambil dua biji yang kecil-kecil” sahut wanita itu, saat saya bertanya berapa harga ketimun tadi. Setelah menimbang-nimbang, saya sebenarnya masih ragu, “ bu lek, yang mana timunnya?” Tanya saya kebinggungan. “ ya itu, yang kecil. Kok binggung!” Saya jadi kikuk dibilang begitu, malu jadinya. Saya ulurkan uang lima ribu rupiah. Tanpa berkata apapun ia masuk kedalam kamar, kemudian kembali dengan uang seribu rupiah diitangannya untuk menggangsuli saya. Ragu-ragu saya ambil uang itu, kemudian mengucapkan trimakasih dan segra pulang. Dalam perjalanan, saya sedikit resah. Padahal kacang panjang yang saya beli, harganya dua ribu rupiah. Ketimun seribu rupiah saja, kok angsullannya seribu aja/ Wah, jangan-jangan bu lek tadi lupa ya, atau saya yang salah dengar tadi. Hem males mikirin, ntar jadi suudzhon… Udah rejeki bu lek kali…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar